Menulis (Bukan) Bakat

Sabtu, 5 September 2020

Oleh: A. Hendra Purnomo

"Menulis jika dilakukan secara benar, tak ada bedanya dengan kegiatan bercakap-cakap"
(Laurence Sterne - novelis)

***
Menulis itu menyenangkan. Menulis itu seperti halnya kita sedang berdikusi, bersenda gurau, curhat, menumpahkan perasaan, dan sebagainya.

Dengan seringnya kita menulis. Baik menuliskan pengalaman, kepiluan, sedihan, kebahagian, keresahan,  dan semacamnya. Hati ini seakan lega sekali. Bahkan di akhir tulisan, bagi saya pribadi, sering menemukan solusi dengan sendirinya. 

Selain itu pula, menulis itu adalah kejujuran. Menulis itu tidak lepas atau tidak jauh dari pengalaman pribadinya. Makanya, banyak penulis mengatakan.  Penulis yang produktif dan mampu membuat pembacanya menyelam atau seakan menjadi tokoh di dalamnya.  Dia penulis hebat. Karena ia mampu menjiwai benar karakter tokoh dalam ceritanya dan membuat orang lain benar-benar masuk pada apa yang dia sampaikan. Apalagi pesan dalam cerita tersebut mampu pembaca serap hingga menjadi alarm dalam hidupnya. 

Apakah ada yang telah mencapai ke ranah Tersebut?

Ya. Bahkan banyak.
Contohnya, Ketika Mas Gagah Pergi karya Bunda Helvy Tiana Rosa. Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar.  Ketika Cinta Bertasbih karya Kang Abik (Habiburrahman El-Zhirazy), Istri Kedua karya Bunda Asma Nadia. Dan masih lagi. 

Rata-rata orang yang membaca dan menonton judul yang saya tulis tersebut membuat pembaca menangis, terharu, dan penuh inspirasi. 

Ya, begitulah seorang yang telah sukses di dunia tulis menulis hingga jadi penulis.

Apakah mereka berawal dari Bakat?

Tentu saja tidak.  Profil para penulis.  Rata-rata bukan karena bakat.  Dan menulis juga tidak berbicara soal bakat.  Meski sekian banyak orang mengatakan bahwa menulis itu bakat atau ahli yang memang bawaan dari lahir. 

Lantas apa?

Menulis itu adalah keterampilan.  Untuk mencapai itu butuhnya diri kita kebiasaan dalam berlatih.  Menjadi penulis itu mudah.  Mahir menulis itu mudah. Asal kita punya semangat, punya komitmen, punya daya membaca yang tinggi dan latihan setiap hari.  Kita bisa mencapai itu. 

Karena menulis itu bukan jabatan. Melainkan profesi.

Menulis itu butuh kebiasaan, ketelatenan, ketekunan, dan tentunya adalah latihan. 

Saya sering mengikuti seminar kepenulisan, talk Show literasi, pelatihan literasi yang mengundang dari penulis regional hingga internasional seperti Tere Liye, Asma Nadia, Boim Lebon, dan sebagainya. Jawaban mereka sama secara tersirat adalah menulis bukan bakat. Kebiasaan: membaca, membaca, membaca, lalu menulislah.

Jadi, menulis bukan bakat.

#ahp #30dayswritingchallange #flppamekasan

0 Response to "Menulis (Bukan) Bakat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel