KELUARGAKU (BUKAN) PAHLAWAN

                                     LUKISAN USANG
                      (Oleh : Achmad Hendra Purnomo)
                           Sumber gambar : jawatimuran.wordpress.com


Aku benar-benar tak paham. Sekian banyaknya lukisan yang tersimpan di dinding kamar Ayah. Diamati, diteliti, lukisan tersebut benar-benar mengandung seni dimasa kelam. Tepatnya tentang sejarah. Tentu saja, kukatakan seperti itu, sebab ilutrasinya saja sekian banyak orang menampilkan gayanya masing-masing: ada yang berjingkrak-jingkut mengawasi lawan, bersembunyi dibalik rerumputan, orang ketakutan dengan berbagai serangan, berapa orang terdampar di tanah, tak beraturan, bercucuran darah segar (tak tega melihatnya, meskipun sekedar lukisan belaka).
.
Selain itu juga, lukisan tersebut mengilustrasikan orang yang menggunakan senjata tajam: tombak, celurit, pisau, dan masih banyak lagi, tak aku ketahui namanya. Saling bacok-membacok satu sama lain, hingga terluka, terdampar, bercucuran darah segar, tak berdaya. Sebagian juga tangan, kaki, kepala, tubuh, atau badan yang dipotong terpisah jadi berapa bagian. Mengenaskan.
.
"Wahh... Ini bener-bener tentang sejarah", ucapku membatin, terkagum-kagum sembari melihat lukisan lainnya. "Jangan-jangan tentang sejarah Indonesia dan Belanda..." jika mengilustrasikan sejarah negara Indonesia sepertinya...
Ah! Tidak mungkin. Sejarah Indonesia yang aku ketahui tak seperti dengan digambar ini, banyak perbedaan, meski ada yang sama, tak sesuai dengan sejarah Indonesia yang pernah aku baca, cerita teman, apalagi dari cerita guru sejarah. Sangatlah tak ada kesesuaian,  sebagian contoh kecilnya persenjataannya, maupun...
.
Telunjukku menjelajahi satu persatu lukisan untuk mencari tanggal, bulan, dan tahun kejadian. Siapa tahu juga diletakkan. Ya, satu, dua, tiga, masih tak kutemukan. Akhirnya,  mencoba mencari bagian pojok bawah pada lukisan yang selanjutnya. Aha! Ini dia, 1984. Aku mengernyitkan dahi, "Ini tahunnya kok beda dengan kemerdekaan Indonesia? " sedangkan negara ini yang kuketahui kemerdekaannya 1945. Berarti dengan digambar diatas jauh sekali, otomatis sudah kemerdekaan. Masih ada peperangan? Waduh... "Kok aku baru tau, ya?"
.
Jangan-jangan itu hanya lukisan tak mengandung tentang sejarah, atau bisa saja ingin memancing minat pelanggan Ayah. Sebenarnya aku tak mau berprasangka tidak-tidak sih, tapi heran saja.  Kenapa baru sekarang tahun sejarah itu kutahu? Mau dikatakan peperangan antar Indonesia - Belanda, seperti aku katakan, tidak. Indonesia - Jepang, apalagi.
"Daripada aku bingung, tanyakan sama Ayah ajalah", gumamku dalam hati.
Ayah? Ya ampun! Ayah itu kepala rumah tangga, siapa tahu dia banyak tau tentang lukisan ini, lagi-lagi aku salah ngomong, bukannya dia juga yang melukis?. Selain itu juga, berapa waktu lalu aku menemukan celurit, tombak, dan keris diatas pintu kamar Ayah. Tapi sedikitpun tak memasang kecurigaan mengenai peperangan, atau apalah. Hanya baru sekaranglah menyadari bahwa semua itu menyimpan sejarah. Herannya lagi, kalau diamati Ayah tak masuk pada kategori Pahlawan perang. Tak seperti Ir. Soekarno, Bung Hatta, Jendral Sudirman, dan pahlawan gagah lainnya. Atau jangan-jangan Ayah tak mau dikenal bayak orang mengenai kepahlawanannya. Hehe...
.
Sudah sampai dibibir ruang tamu, kudapati Ayah bersama Faza --adik semata wayangku-- sedang duduk santai diatas sofa. Langakah demi langkah menghampiri mereka, terdengar sayup-sayup cerita mengasyikkan meski hanya sekilas dari mereka. Aku pun mulai mempercepat langkah, rasa penasaran mulai menyerang, akhirnya satu, dua, ...
"Hey... Ayo duduklah, nak", sambut Ayah dengan suara mengejutkan Faza, senyum senang menghiasi pipi keduanya. Begitupula aku membalasnya.
"Kok kayaknya seru banget, cerita apaan sih yah? " tanyaku penasaran, tak sabar.
"Ini loh, Kak. Ayah ceritanya seru banget, tentang sejarah Madura", ucap Faza seru.
Hah?! Madura?! Emangnya, sejarah Madura seperti apa ya? Membuat penasaran, baru kali ini aku mendengar Madura punya sejarah. Ah, lebih baik aku dengerkan saja ceritanya, sepertinya asyik sekali untuk di dengar. "Yang bener?!" aku mulai kegirangan untuk mendengarnya, "Lanjutkan ceritanya, Yah... " bener-bener tak sabar ingin mendengar cerita tersebut.
"Hahaha iya, iya, Ayah akan lanjutin ceritanya ", melihat tingkahku yang teramat sangat ke-childish-an itu membuat Ayah tertawa. "Tapi,  kau duduk dulu disini, sebelum Ayah lanjutin ceritanya", Faza dan Ayah menggeser ke kiri, hingga membuat tempat khusus bagiku, satu sofa terdapat tiga orang.
"Oke. Lanjut, Yah", ucapku setelah berada diatas sofa yang sama, tak sabaran untuk mendengarkan cerita mengasyikkan itu.
"Madura dulunya, merupakan sebuah Negara. Pemerintahannya ini sangat baik hati, ramah, semuanya berjalan sesuai harapan. Lama kelamaan, sifat baik hati dan semuanya merupakan pro-rakyat, malah berubah menjadi bathil, dan bengis. Tekanan kekuasaan yang berbau Republik mulai terasa. Maka pada tanggal 24 April 1948, diadakan penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang yang diduga membahayakan Negara Madura. Mereka ditawan dan dibawa ke penjara. Akibatnya timbul pendapat rakyat bahwa pemerintahan Negara Madura ini kejam dan bengis.
.
Sementara itu peperangan Geriliya di Jawa dan pulau lain di Nusantara tetap berkobar..."
"Ya ampun, masak segitunya sih yah pemerintahan Negara Madura? " komentarku memotong cerita Ayah.
"Iya, tapi cerita ini belum selesai, Sayang", kata Ayah sambil mengelus-ngelus rambutku.
"Kamu sih, Kak. Nih lagi seru, dengerin ajalah..." protes adikku itu yang sedari tadi menyimak cerita.
Aku melengoskan mata, sebal.
"Ya, sudah. Lanjut cerita aja, ya?" tawar Ayah kemudian.
"Lanjut, Yah..." ucap Aku dan Faza berbarengan penuh semangat.

(Bersambung...)

0 Response to "KELUARGAKU (BUKAN) PAHLAWAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel